PHK, Apa Dampaknya bagi Perekonomian?
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah kembali ke level historisnya ke era pra-pandemi yakni sekitar 5%. Namun, pertumbuhan tinggi tersebut tidak mampu menciptakan banyak tenaga kerja. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal masal malah terjadi di tengah perbaikan ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran Indonesia per Agustus 2022 mencapai 8,42 juta. Jumlah tersebut meningkat sekitar 20.000 jika dibandingkan per Februari 2022 yang tercatat 8,40 juta.
Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qodratullah meminta pemerintah turun tangan memastikan nasib pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT). Hal ini terkait, PHK massal yang mencapai 73.000 oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan perusahaan lainnya yang tak tergabung dalam Apindo. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri, industri alas kaki sudah merumahkan 22.000 pekerja. PHK juga terjadi di sejumlah startup Tanah Air seperti Shopee dan Tanihub .“Saya meminta pemerintah untuk turun tangan memastikan apakah sejumlah PHK yang terjadi ini tidak berlanjut menjadi pengangguran? Karena kalau dibiarkan akan memberikan dampak lanjutan,” jelas Najib dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, (5/11/2022).
Saat ini banyak perusahaan yang mengalami penurunan kinerja dan pendapatan, dan memilih PHK karyawan untuk bisa bertahan. Namun, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira justru menyarankan agar perusahaan tak buru-buru melakukan PHK karyawan untuk bertahan. PHK menurutnya harus jadi keputusan terakhir. Bhima mengatakan tanpa melakukan PHK, perusahaan bisa mempertahankan karyawannya yang memiliki kinerja baik. Bila ekonomi dan bisnis sudah pulih, pengusaha pun tak perlu repot untuk mencari karyawan baru. Belum lagi melakukan rekrutmen karyawan baru juga butuh biaya yang tidak sedikit.
“Jadi PHK itu keputusan yang paling akhir. Kenapa? Karena waktu ekonomi beranjak pulih maka perusahaan yang pertahankan karyawan tidak perlu kesulitan untuk memulai lagi ke tingkat produksi normal,” kata Bhima kepada detikcom, Minggu (8/11/2020). “Sementara itu, kalau PHK besar besaran yang susah adalah perusahaan sendiri karena harus keluar biaya rekrutmen bahkan pelatihan pegawai baru,” ujarnya.
Belum lagi untuk melakukan PHK juga memiliki konsekuensi biaya bagi perusahaan. Bagi tiap karyawan yang di-PHK, perusahaan diwajibkan membayar pesangon. Alih-alih mengurangi beban, justru harus membayar.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal masih banyak opsi upaya yang bisa dilakukan untuk menghindari PHK. Dia mengatakan pengusaha bisa saja mengurangi biaya operasional dengan cara tidak memperpanjang kontrak kerja para pekerja kontrak. Ataupun mengurangi biaya produksi dengan mengubah shift kerja menjadi lebih sedikit.